Dasar
hukum PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun 1994. PBB lahir untuk menyempurnakan pengenaan
Ipeda dan pajak-pajak lain yang dianggap tumpang tindih seperti : Pajak Rumah
Tangga, Pajak Kekayaan, Pajak Jalan dan lain-lain. PBB adalah pajak pusat yang hasilnya
diberikan kepada Pemerintah Daerah.
Beberapa obyek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PBB, yaitu :
a. tanah atau bangunan yang semata-mata
digunakan untuk melayani kepentingan umum dan tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan misalnya: tempat ibadah, sarana kesehatan pemerintah,
pendidikan dan kebudayaan nasional serta tanah kuburan
b. tanah atau bangunan yang dipergunakan oleh
perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
serta badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
c. tanah yang merupakan hutan lindung, hutan
suaka alam dan taman nasional
Mahasiswa Akuntansi & Pajak |
Istilah
Wajib Pajak (disingkat WP) dalam perpajakan Indonesia merupakan istilah yang
sangat populer. Istilah ini secara umum bisa diartikan sebagai orang atau badan
yang dikenakan kewajiban pajak. Dalam undang-undang KUP lama, istilah Wajib
Pajak didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Dari definisi
ini kita dapat memahami bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Namun demikian, kriteria siapa
yang harus menjadi Wajib Pajak ini tidak dijelaskan. Nampaknya kita harus
melihat Undang-undang Pajak Penghasilan untuk mengetahui siapa itu Wajib Pajak.
Berdasarkan
ketentuan dalam Pajak Penghasilan, yang disebut Wajib Pajak itu adalah orang
pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima
atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata lain dua
unsur harus dipenuhi untuk menjadi Wajib Pajak : Subjek Pajak dan Objek Pajak.
Subjek
Pajak
Subjek
Pajak terdiri dari tiga jenis yaitu Orang Pribadi dan Warisan Belum Terbagi,
Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Subjek Pajak juga dibedakan menjadi subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri
menjadi wajib pajak jika telah menerima atau
memperoleh penghasilan sedangkan
subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak sehubungan dengan
penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Jadi Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Yang
dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, atau
2. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, atau
3. Orang pribadi yang dalam satu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
4. Badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia;
5. Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak.
Sementara
yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah :
1. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, dan
2. Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia
3. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia, dan
4. Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, dan
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Subjek Pajak terdiri dari
1. Subjek pajak badan dalam negeri
2. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri
(termasuk warisan belum terbagi)
3. Subjek pajak badan luar negeri non BUT
4. Subjek pajak orang pribadi luar negei
non BUT
5. Subjek Pajak BUT (baik yang dimiliki
oleh badan atau orang pribadi luar negeri)
Kewajiban
NPWP
Apabila
dikaitkan dengan kewajiban Nomor Pokok Wajib Pajak, maka yang wajib memiliki
NPWP adalah :
1. Semua subjek pajak badan dalam negeri
2. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri
yang berpenghasilan di atas PTKP dalam satu tahun pajak
3. BUT
Pemotong/Pemungut
Pajak
Istilah
Wajib Pajak juga ternyata mencakup pemotong atau pemungut pajak. Jadi bukan
hanya terkait dengan kewajiban penghitungan Pajak Penghasilan nya sendiri
tetapi juga menyangkut kewajiban memotong dan atau memungut Pajak Penghasilan fihak lain. Siapa saja
mereka yang wajib memotong dan atau memungut pajak ini? Mereka adalah pemotong
dan atau pemungut PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4
ayat (2) dan PPh Pasal 15. Dengan demikian, kewajiban pajak tiap orang atau
badan berbeda-beda. Dan ini biasanya ditentukan ketika Wajib Pajak mendaftarkan
diri untuk memiliki NPWP.
Definisi Wajib Pajak Baru
Dalam
UU No. 28 Tahun 2007 (UU KUP yang baru), definisi Wajib Pajak diubah menjadi :
Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Walaupun
redaksinya berubah, namun sebenarnya tak ada perubahan substansi maknanya.
Perubahan yang agak menonjol adalah ditambahkannya istilah pembayar pajak (tax
payer) sebagai bagian Wajib Pajak. Menurut saya perubahan ini hanyalah kompromi
ketika ada fihak-fihak tertentu yang menginginkan digantinya istilah Wajib
Pajak menjadi Pembayar Pajak. Perubahan istilah ini nampaknya memang sulit
dilakukan karena istilah pembayar pajak memiliki pengertian yang lebih sempit
dibandingkan istilah Wajib Pajak. Begitu pula istilah Wajib Pajak sudah
melembaga dan digunakan pula di Undang-undang lain.
A.
OBJEK PAJAK ( Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 )
- Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
- Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam butir a meliputi :
1). Pemindahan hak karena :
a. jual
beli;
b. tukar-menukar;
c. hibah;
d. hibah
wasiat;
e. waris;
f. pemasukan
dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
g. pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan;
h. penunjukkan
pembeli dalam lelang;
i. pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. penggabungan
usaha;
k. peleburan
usaha;
l. pemekaran
usaha;
m. hadiah.
2). Pemberian hak baru karena :
a. kelanjutan
pelepasan hak;
b. diluar
pelepasan hak.
c. Hak atas sebagaimana dimaksud dalam
butir a adalah :
1. hak milik;
2. hak guna usaha;
3. hak guna bangunan;
4. hak pakai;
5. hak milik atas satuan rumah susun;
6. hak pengelolaan.
B.
OBJEK PAJAK YANG DIKECUALIKAN
a. Objek pajak yang tidak dikenakan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
- perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik ;
- negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum ;
- badan atau perwakilan organisasi
Internasional yang ditetapkan oleh Menteri ;
- orang pribadi atau badan karena
konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama :
- karena wakaf :
- karena warisan :
- untuk digunakan kepentingan ibadah.
b. Objek pajak yang diperoleh karena hibah
wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 112 TAHUN 2000
C.
SUBJEK PAJAK
a. Yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
b. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada
butir a yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut
Undang-undang ini.